Di Tana Toraja ada sebuah ritual
atau kebiasaan dalam prosesi pemakaman. Cukup unik dan, mungkin menyeramkan
karena mayat yang telah disemayamkan bertahun-tahun di sebuah tebing tinggi dan
kuburan batu, tiba-tiba jasadnya bangkit…
Mayat itu kemudian berjalan
mencari rumahnya. Setiba di rumah, dia akan tidur lagi. Cerita mayat berjalan
ini sudah dikenal masyarakat Toraja sejak jaman leluhur. Hingga kini ritual
tersebut masih ada dan bisa dilihat dengan mata telanjang.
Kabut tipis menyelimuti
pegunungan Balla, Kecamatan Baruppu, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Di tengah
balai-balai rumah, warga menggelar sebuah ritual. Mereka menyebutnya: Ma’nene.
Sebuah ritual untuk mengenang leluhur, saudara dan handai taulan yang sudah
meninggal. Dari sinilah misteri budaya Tana Toraja terkuak.
Seorang wanita tua terlihat
dikelilingi warga. Semua orang memandang serius. Siapa wanita itu? Entahlah.
Dilihat dari belakang, dia usianya kira-kira 60-70 tahun. Sangat tua. Rambutnya
tergerai dengan lebat. Rambutnya sudah ditumbuhi uban. Dia sama sekali tidak
bergerak. Kedua tangannya disilangkan ke depan. Wanita tua itu mengenakan
pakaian kegemarannya: warna biru.
Seluruh kulitnya terlihat kusut.
Ada warna putih kecoklat-coklatan. Kelihatannya dulu dia pernah mengalami
kebakaran sehingga kulitnya menjadi begitu. Yang aneh, meski dikelilingi
puluhan orang, wanita itu tetap tak bergeming. Mematung. Tidak menoleh atau
berbicara. Setelah didekati, alamak, ternyata dia adalah sesosok mayat!
Ma’nene, begitu kata orang
Toraja. Apa itu? Itu adalah mayat yang telah diawetkan. Bagi masyarakat Toraja,
kematian adalah sesuatu yang disakralkan. Bagi mereka, kematian harus
dihormati. Mereka yang mati biasanya diletakkan di dalam gua. Selama bertahun-tahun
didiamkan di sana.
Nah, mayat tadi, adalah mayat
seorang ibu sekaligus nenek yang telah meninggal selama bertahun-tahun. Tapi
anehnya, mayat tersebut masih utuh. Apakah dia dibalsem? Tidak. Kisah tentang
mayat utuh ini sudah ada sejak tahun 1905.
Mayat-mayat utuh tersebut pertama
ditemukan di sebuah gua di Desa Sillanang. Saat ditemukan mayat tersebut tidak
busuk, pun sampai sekarang. Uniknya, mayat untuh itu tidak dibalsem maupun
diberi ramuan. Alami.
Menurut anak ketua adat setempat,
kemungkinan ada semacam zat di gua itu yang khasiatnya bisa mengawetkan mayat
manusia. “Kalau saja ada ahli geologi dan kimia yang mau membuang waktu
menyelidiki tempat itu, sepertinya teka teki gua Sillanang dapat dipecahkan,”
katanya.