Ende, ibu kota Kabupaten Ende, Flores, NTT,
terbilang tenang dan damai. Kota ini menyimpan sejarah panjang perihal
sepak terjang Soekarno atau Bung Karno selama empat tahun (14 Januari
1934 hingga 18 Oktober 1938) diasingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Dikucilkan
jauh dari keramaian, Bung Karno yang biasa dikerumuni massa saat
menyampaikan pidatonya tentu saja sempat frustrasi dibuang ke bumi
Flores. Pemerintah Hindia Belanda sangat ketat membatasi pergaulan Bung
Karno dengan masyarakat setempat, khususnya masyarakat kalangan atas.
Setiap hari Soekarno harus melapor ke pos militer Belanda di Ende Utara
yang kini menjadi Kantor Detasemen Polisi Militer IX/I
Namun, semakin langkahnya diawasi dan dikontrol Belanda, Soekarno yang
semula merasa depresi mulai bangkit melawan pengawasan kaku kolonial
tersebut. Dia rajin mendatangi kampung-kampung di Ende, menyapa warga
dan mengunjungi Danau Kelimutu sehingga lahirlah naskah drama "Rahasia
Kelimutu".
Selain itu Bung Karno bergaul dengan siapa saja dari berbagai agama.
Selama masa pembuangan di Ende, Soekarno memiliki waktu senggang dengan
banyak membaca dan berdialog dengan para misionaris, terutama Pastor
Paroki Ende, Gerardus Huijtink.
Di kota ini, selama masa
pengasingan saat itu Bung Karno merenungkan Pancasila yang menjadi dasar
kehidupan bernegara Indonesia. Kini di Ende berdiri Taman Perenungan
Bung Karno di Kelurahan Rukun Lima. Patung Bung Karno duduk merenung
terlihat kokoh di bawah pohon sukun bercabang lima sambil menatap ke
arah laut.
Pohon sukun yang kini menjadi peneduh patung Bung
Karno adalah pohon sukun yang ditanam tahun 1981. Pohon sukun asli saat
Bung Karno diasingkan tumbang sekitar tahun 1960.
Setelah mengunjungi patung Bung Karno di bawah pohon sukun, wisatawan
bisa melangkahkan kaki menuju Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di
Jalan Perwira. Rumah Pengasingan Bung Karno ini merupakan 1 dari 10
situs penting yang terkait dengan kehidupan Bung Karno di Ende.
Rumah
pengasingan Bung Karno masih terawat baik. Di sinilah Bung Karno dan
istrinya Inggit, Ratna Djuami (anak angkat), serta mertuanya Ibu Amsi
menghabiskan waktu selama masa pengasingan. Memasuki ruang tamu,
wisatawan akan menatap langsung lukisan Bung Karno yang menggambarkan
umat Hindu di Bali sedang bersembahyang.
Ruang tamu dan tempat
Bung Karno menerima tamu dan perabotan yang menyertainya masih ditata
seperti dulu. Demikian juga ruang tidur Bung Karno di bagian tengah.
|
sumur dalam rumah pengasingan Bung Karno |
Melangkahkan kaki ke ke bagian halaman belakang rumah, sumur, kamar
mandi dan dapur masih terlihat seperti sedia kala. Sembari berkeliling
rumah pengasingan, wisatawan seakan-akan diajak kembali mengenang
bagaimana perjalanan hidup Bung Karno di rumah tersebut dan betapa
kuatnya mental Bung Karno menjalani kehidupan di Ende, jauh dari
keramaian dengan penjagaan ketat Pemerintah Hindia Belanda.
Selain
rumah pengasingan Bung Karno dan taman perenungan, masih ada lagi
tempat-tempat bersejarah yang merupakan jejak peninggalan Bung Karno
selama dikucilkan di Ende. Namun mengunjungi Rumah Pengasingan Bung
Karno merupakan tujuan wajib bagi wisatawan saat bepelesir ke Ende. Bagi
warga setempat, selama di Ende, Bung Karno tak pernah sendiri atau
merasa dikucilkan. Justru di Ende, Bung Karno melahirkan Pancasila untuk
Indonesia...
|
tempat tidur, Bung Karno di rumah pengasingan, Ende, Flores |