Jakarta, 20
April 2016 – Menurut hasil studi dari MasterCard bertajuk
“Girls in Tech”yang dilangsungkan di
kawasan Asia Pasifik, kunci menarik perhatian anak perempuan untuk belajar
mengenai Sains & Teknologi (Science,
Technology, Engineering and Mathematis – STEM) serta mengejar karir mereka
di bidang tersebut bergantung pada keluarga. Hasil penelitian tersebut
berdasarkan pada wawancara yang dilakukan pada
bulan Desember 2015 dengan total jumlah anak perempuan sebanyak 1.560 orang berusia 12-19 tahun yang
dilaksanakan di enam negara di Asia Pasifik
Ketika ditanya mengenai apa yang mempengaruhi
keputusan mereka untuk belajar STEM atau mengejar karir mereka di bidang
tersebut, anak-anak perempuan di kawasan tersebut mengatakan bahwa orang tua
mereka merupakan yang paling berpengaruh (68 persen), sementara teman (9 persen) dan guru (8
persen) yang juga merupakan sumber yang paling besar untuk mempengaruhi
keputusan mereka.
Survei tersebut juga menemukan bahwa lebih dari setengah responden (63 persen)
yang saat ini tengah belajar STEM di sekolah memiliki orang tua dan/atau
saudara yang juga bekerja di bidang yang berkaitan dengan STEM. Hal ini
menunjukkan bahwa pilihan karir dari anggota keluarga memiliki pengaruh yang
signifikan.
Survei mengungkapkan alasan utama mengapa anak perempuan di Asia
Pasifik tidak mempertimbangkan untuk mengambil mata pelajaran
STEM dalam studi mereka; adalah karena mereka menemukan mata pelajaran ini sulit (40 persen) dan kurangnya minat dalam mata pelajaran tersebut (32 persen). Dari
beberapa negara yang terlibat dalam survei ini, Australia memiliki persentase terendah pada anak
perempuan (15 - 19 tahun) yang mempelajari STEM (33 persen), sementara China (76 persen)
dan India (69 persen) merupakan
negara-negara yang memiliki persentase terbesar dalam mengambil pelajaran STEM.
Selain itu, survei tersebut
juga mengungkapkan bahwa meskipun
anak perempuan mengakui STEM sebagai karir yang
dapat memenuhi kepuasan finansial dan intelektual, namun
mereka menganggap bahwa
pelajaran STEM dan karir dalam bidang ini tidak
membuat mereka menjadi 'kreatif'. Delapan puluh empat (84) persen dari responden menganggap
kreativitas merupakan kualitas pribadi atau keterampilan yang sangat ingin dimiliki,
namun ketika ditanya ketrampilan apa yang mereka hubungkan dengan anak-anak perempuan
yang belajar STEM, hanya
kurang dari setengah (43
persen) responden yang menyatakan kreativitas dimiliki oleh anak-anak perempuan yang mempelajari STEM.
Panutan dari profil wanita sukses di STEM merupakan dorongan yang
efektif bagi anak-anak perempuan (17-19 tahun)
untuk mempertimbangkan karir di bidang STEM (25
persen), sementara
beasiswa (17 persen) dan gaji dalam
karir STEM (16 persen) juga dapat
membantu dalam mendorong anak perempuan untuk
mempertimbangkan karir di bidang STEM.