|
Perspektif Fenomenologi |
Tokoh
J.H.
Lambert, yang memperkenalkan pertama kali istilah fenomenologi pada tahun 1764
, untuk menunjuk pada teori kebenaran (Bagus,2002:234). Setelah itu, istilah
ini diperluas peengertiannya.
Edmund
Husserl ( Bapak Fenomenologi ) ahli filsafat dan sosiologi yang merupakan ahli
yang menginginkan fenomenologi melahirkan ilmu yang lebih bisa bermanfaat bagi
kehidupan manusia setelah sekian lama ilmu pengetahuan mengalami krisis dan
disfungsional.
Brouwer
( 1983:3) seorang fenomenolog yang senang melihat gejala ( fenomena ). Melihat
gejala merupakan dasar dan syarat mutlak untuk semua aktivitas ilmiah.
Menurutnya ini bukan ilmu , melainkan cara pandang , metode pemikiran, a way of looking at things.
Salah
satu tokoh fenomenologi yang menonjol adalah Maurice Merleau Ponty (1908 –
1961), seorang ahli filsafat berkebangsaan Perancis. Karyanya yang paling terkenal yaitu
Phénoménologie de la perception atau Phenomenology of Perception (Paris:
Gallimard, 1945)
Pengertian
Fenomenologi
berasal dari bahasa Yunani, phaenesthai, berarti menunjukan diri sendiri.
Fenomenologi juga berasal dari bahasa Yunani,pahainomenon secarah harafiah
berarti “gejala” atau apa yang telah menampakan diri sehingga nyata bagi
pengamat.
Fenomenologi,
sesuai dengan namanya adalah ilmu ( logos ) mengenai suatu yang tampak (
phenomenon ). Dengan demikian setiap penelitian yang membahas cara penampakan
dari apa saja merupakan Fenomenologi ( Bartens1987:3)
Fenomenologi
merupakan sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap
gejala yang membanjiri kesadaran manusia ( Bagus,2002;234).
Fenomenologi
adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran, atau cara
memahami suatu objek atau peristiwa dengan mengalaminya secara sadar. (
Littlejohn,2003:184).
Namun
menurut Brouwer (1984:3), fenomenologi bukanlah ilmu, melainkan suatu metode
pemikiran ( a way of looking at things ),dalam fenomenologi tidak ada
teori,tidak ada hipotesis,tidak ada sistem.
Fenomenologi
juga berupaya mengungkapkan tentang makna dari pengalaman seseorang. Sejalan
dengan itu fenomenologi berkaitan dengan
penampakan suatu objek, peistiwa atau suatu kondisi dalam persepsi
kita.
Intisari
dari fenomenologi dikemukakan oleh Stanley Deetz ( dalam Littlejohn dan
Foss,2005:38). Pertama, pengetahuan adalah hal yang disadari, tidak bisa
disimpulkan dari pengalaman tetapi di temukan dalam pengalaman kesadaran.
Kedua, makna dari sesuatu terdiri dari dari potensi – potensi dalam kehidupan
sesorang dengan suatu objek akan
menentukan bagaimana makna objek itu
bagi yang bersangkutan. Ketiga, bahasa merupakan sarana bagi munculnya makna.
Kita mengalami dunia dan mengekpresikannya melalui bahasa.
Penjelasan
Untuk
memahami fenomenologi terdapat beberapa konsep dasar yang perlu dipahami,
antara lain kosep fenomena, epoche,
kostitusi, kesadaran dan reduksi.
Ø Fenomena
Fenomena adalah suatu tampilan
objek, peristia, dalam pesepsi. Sesuatu yang tampil dalam kesadaran. Bisa
berupa hasil rekaan atau kenyataan. Dalam konsepsi Husserl fenomena adalah
realitas yang tampak, tanpa selubung atau tirai antara manusia dengan realitas
itu.
Ø Kesadaran
Kesadaran adalah pemberian makna
yang aktif. Kemampuan untuk memberlakukan subjek untuk menjadi objek bagi
dirinya sendiri, atau menjadi objektif tentang dirinya sendiri ( Bagus, 2002:232
). Kesadaran tidak lain adalah keterbukaan dan kelangsungan hubungan dengan
yang lain, dimana dirinya dengan yang lainnya tidak memiliki pemisahan yang
tegas.
Ø Konstitusi
Konstitusi adalah proses
tampaknya fenomena ke dalam kesadaran ( Bertens,1981:202 ), ia merupakan
aktivitas kesadaran, sehingga realitas itu tampak, dunia nyata itu dikonstitusi
oleh kesadaran. Konstitusi itu berlangsung dalam proses penampakan yang dialami
oleh dunia ketika menjadi fenomena bagi kesadaan intensional. Dengan kata lain kosntitusi
itu semacam proses konstruksi dalam kesadaran manusia.
Ø Epoche
Epoche merupakan konsep yang
dikembangkan oleh Husserl, yang terkai dengan upaya mengurangi atau menunda
penilaian ( bracketing ) untuk memunculkan pengetahuan di atas setiap keraguan yang
mungkin. Epoche adalah cara pandang
lain yang baru dalam melihat sesuatu. Dalam epoche,
menurut Moustakas (1994:33) pemahaman, penilain dan pengetahuan sehari – hari
dikesampingkan dan direvisi secara segar, apa adanya, dalam pengertian yang
terbuka, dari tempat yang menguntungkan dari ego murni atau ego transendental
Ø Reduksi
Merupakan kelanjutan dari epoche.
Bagi Husserl manusia memiliki sikap alamiah yang mengandaikan bahaw dunia ini
sungguh ada sebagaimana yang diamati dan dijumpai. Namun untuk memulai upaya
fenomenologis kita harus menangguhkan kepercayaan ini. Inilah yang dimaksudkan
dengan reduksi fenomenologis. Melalui reduksi ini, kita melakukan semacam
netralisasi, baha ada tidaknya dunia bukanlah hal yang relavan (
Bertens,1981:103 ), seorang fenomenolog hendaknya menanggalkan segenap teori
praanggapan,, serta prasangka agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya.
Berbagai macam reduksi yang dilakukan oleh seorang fenomenolog dia antaranya :
v Menghadap sesuatu fenomena
sebagai hal yang menampakandiri dan tidakmelihat hal itu sebagai hal yang ada.
v Kita melihatnya sebagai sesuatu
yang umum, kita melihat esensi. Kita tidak melihat orang yang sedang mengajar
di kelas misalnya tapi memandangnya sebagai dunia pendidikan.
v Kita menutup mata untuk hal yang
berhubungan dengan kebudayaan.
v Fenomena dilihat dari segi supra
individual sebagai objek untuk suatu subjek umum.
Ø Intersubjektivitas
Kita hidup bersama orang lain.
Kita berada dalam orang lain dan orang lainpun berada dalam kita. Dengan
demikian hal ini memungkinkan kita saling berkomunikasi untuk terus saling
memahami. Pengalaman saya tentang orang lain muncul sejalan dengan pengalaman
orang lain tentang saya. Dan segala sesuatu yang saya paham tentang orang lain
didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman masa lalu saya.
Sejarah
|
UMB |
Fenomenologi
dikenal setidaknya sampai menjelang abad ke-20. Abad ke-18 menjadi awal
digunakannya istilah fenomenologi sebagai nama teori tentang penampakan yang
menjadi dasar pengetahuan empiris atau penampakan yang diterima secara inderawi. Istilah tersebut
diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert. Sesudah itu, filosof Immanuel Kant
mulai sesekali menggunakan istilah fenomenologi dalam tulisannya. Pada tahun
1889, Franz Brentano menggunakan fenomenologi untuk psikologi deskriptif,
dimana menjadi awalnya Edmund Husserl mengambil istilah fenomenologi untuk
pemikirannya mengenai “kesengajaan”.
Sebelum
abad ke-18, pemikiran filsafat terbagi menjadi dua aliran yang saling
bertentangan. Adalah aliran empiris yang percaya bahwa pengetahuan muncul dari
penginderaan. Dengan demikian kita mengalami dunia dan melihat apa yang sedang
terjadi. Bagi penganut empiris, sumber pengetahuan yang memadai itu adalah
pengalaman. Akal yang dimiliki manusia bertugas untuk mengatur dan mengolah
bahan-bahan yang diterima oleh panca indera.
Sedangkan
di sisi lain terdapat aliran rasionalisme yang percaya bahwa pengetahuan timbul
dari kekuatan pikiran manusia atau rasio. Hanya pengetahuan yang diperoleh
melalui akallah yang memenuhi syarat untuk diakui sebagai pengetahuan ilmiah.
Aliran ini juga mempercayai pengalaman hanya dapat dipakai untuk mengukuhkan
kebenaran yang telah diperoleh oleh rasio. Akal tidak memerlukan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan yang benar sebab akal dapat menurunkan kebenaran
tersebut dari dirinya sendiri.
Dari
dua pemikiran yang berbeda tersebut, Immanuel Kant muncul untuk menjembatani
keduanya. Menurutnya, pengetahuan adalah apa yang tampak kepada kita atau
fenomena. Sedangkan fenomena sendiri didefenisikan sebagai sesuatu yang tampak
dengan sendirinya dan merupakan hasil sintesis antara penginderaan dan bentuk
konsep dari objek. Sejak pemikiran tersebut menyebar luas, fenomena menjadi
titik awal pembahasan para filsafat pada abad ke-18 dan 19 terutama tentang
bagaimana sebuah pengetahuan dibangun.
Manfaat
Tergantung
dengan contoh penelitian
Contoh Penelitian
UPDATE TERBARU